Sudah bukan rahasia lagi bahwa Rasulullah SAW menjanjikan pahala 10 perhurufnya kepada orang yang membaca Al-Qur’an. Misalnya kamu membaca Alif Lam Mim, itu tidak dihitung sebagai satu kebaikan namun dihitung tiga kebaikan karena disitu terdapat tiga huruf Al-Qur’an.
Aku mau membaca Al-Qur’an, namun tidak memahami maknanya, apakah aku juga bisa mendapatkan pahala? Sebagian orang mungkin pernah bertanya seperti itu, lalu bagaimana penjelasan dan hadistnya? Berikut kita bahas secara lengkap.
Membaca Al-Qur’an Akan Tetap Mendapatkan Pahala
Rasullulah SAW menjanjikan 10 pahala untuk satu huruf Al-Qur’an yang dibaca oleh seseorang, hal tersebut berlandaskan hadist riwayat Tirmidzi yang dishahihkan Al-Albani, berbunyi:
“Siapa yang membaca satu huruf dari al-Quran maka dia mendapat satu pahala. Dan setiap pahala itu dilipatkan menjadi 10 kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim satu huruf, tapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.” (HR. Turmudzi 3158 dan dishahihkan al-Albani).
Pada hadist diatas, kita bisa melihat bahwa orang yang membaca Al-Qur’an bisa mendapatkan pahala meskipun tidak memahami maknanya.
Membaca Al-Qur’an Lalu Memahami Maknanya, Akan Mendapatkan Pahala Tambahan?
Bagi kamu yang ingin mendapatkan pahala tambahan dalam membaca Al-Qur’an, kamu dapat memahami maknanya. Bagaimana cara memahaminya? Terkadang seseorang dapat memahami maknanya hanya dengan memahami arti teksnya.
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Shad: 29)
Meskipun ia tidak memahami dari sisi tinjauan nahwu maupun kaidah bahasa. Bahkan ia bisa menangis semata dengan mengingat artinya. Hal tersebut sudah dapat dikatakan mentadaburi Al-Qur’an.
Memahami kandungan umum dari ayat al-Quran dan hadis ketika pertama mendengar, tidak butuh ilmu nahwu dan ushul fiqh. Anda bisa lihat, masyarakat awam mendengar al-Quran dan mereka bisa memahaminya. Bahkan bisa jadi pengaruh dalam hatinya lebih besar dibandingkan yang terjadi para ulama mujtahid. (ar-Rasail al-Munirah, 1/36).