Dua orang laki-laki diduga melakukan hubungan seks sejenis di rumah ibadah mushala di Nagari Cupak, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.
Kedua laki-laki tersebut yakni EPS (23) dan ROP (13).
EPS dan ROP diamankan polisi setelah diserahkan masyarakat yang menangkap saat keduanya diduga sedang berhubungan seks di dalam mushala pada Senin (2/03/2020).
“Betul, saat ini sedang kita amankan di Mapolres Solok. Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan intensif,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Solok AKp Deny Akhmad saat dihubungi, Rabu (4/03/2020).
Deny mengatakan, kejadian itu berawal ketika kedua pria tersebut menumpang menginap di mushala tersebut pada Minggu malam. Keduanya beralasan tidak memiliki uang untuk pejalanan ke Negeri Air Dingin, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok.
“Alasannya tidak punya uang dan hari sudah larut malam,” ujar Deny.
Merasa prihatin, pengurus mushala mengizinkan keduanya bermalam di rumah ibadah tersebut. Namun, ketika sudah larut malam, keduanya tampak memadamkan semua lampu di mushala.
“Pengurus pun merasa curiga dan bersama warga mendatangi mushala itu,” ujar Deny.
Pengurus dan warga sangat terkejut karena mendapati kedua pria itu sedang melakukan seks dengan keadaan telanjang.
“Warga sempat marah dan pelaku hampir saja diamuk. Namun, beruntung ada yang menahan dan akhirnya diserahkan ke polisi,” ujar Deny.
Menurut Deny, EPS adalah seorang pemuda pengangguran dan ROP adalah remaja putus sekolah.
“Sekarang kasusnya sedang dalam proses,” ujar Deny.
Fenomena LGBT di Indonesia
Dirktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid Menilai rencana razia terhadap komunitas LGBT yang akan dilakukan pemerintah Kota Depok sebagai tindakan yang diskriminatif dan merendahkan martabat manusia.
Menurut Usman, hubungan sesama jenis bukanlah kejahatan, karena itu razia terhadap kelompok LGBT tidak dapat dibenarkan. Disamping itu, Usman juga meminta pemerintah dan DPR untuk memastikan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dapat mencegah aturan-aturan seperti ini untuk diterbitkan.
Mohammad Idris juga mengatakan perangkat daerah terkait juga bisa membentuk crisis center di Depok khusus korban LGBT. Termasuk, ucapnya, melakukan pendekatan kepada lembaga-lembaga terkait untuk kerjasama dalam pembinaan warga atau komunitas yang mendukung LGBT.