Indonesia, negara dunia ketiga yang terletak di tenggara benua Asia, merupakan negara yang sangat besar dalam segi luas wilayah. Dengan total luas wilayahnya sekitar 1,9 juta km2, terdiri dari 17.000 pulau dan dihuni oleh sekitar 270 juta manusia. Bukan hanya besar karena luas wilayahnya, negeri ini juga besar karena keberagamannya yang sangat luar biasa. Mulai dari agama, suku, bahasa hingga ras dan golongan yang beragam jenis hidup di Indonesia.
Dari keberagaman itu, selalu muncul friksi yang menimbulkan percikan-percikan perpecahan. Hal ini selalu bisa diatasi, namun tak pernah ada pencegahan yang berarti. Baik pemerintah maupun masyarakat hanya reaktif terhadap kasus-kasus yang berpotensi memecah belah keragaman kita, namun tidak ada tindakan preventif.
Tak perlu rasanya kita mengulas kembali kasus-kasus perpecahan yang terjadi. Karena yang lebih penting adalah bagaimana kita bersikap agar tak mengulang kejadian-kejadian yang sama tapi tak serupa ini.
Friksi adalah konsekuensi dari keberagaman kita
Friksi adalah konsekuensi dari keberagaman kita, ini hanya soal bagaimana kita menyikapi hal tersebut. Terkadang friksi yang berakhir dengan tragedi itu berawal dari hal yang sederhana. Tapi entah kenapa manusia ini seolah asing dengan sebuah perbedaan.
Ada manusia yang sangat ingin terlihat benar, sampai terlalu reaktif terhadap suatu hal tanpa tabayun terlebih dahulu. Ini yang salah, yang harus kita perbaiki adalah tentang bagaimana kita menyikapi suatu hal, apapun itu.
Jika kita melihat suatu hal salah dimata kita, cari tahu dulu apakah hal itu memang salah, atau persepsi kita yang salah. Jikapun itu salah, bijaklah dalam menyikapinya, jangan berbuat kerusakan terhadap apapun meski kau benar, karena hal itu tidak bisa dibenarkan dengan alasan bahwa kau benar. Ingat, jangan pernah mencari suatu pembenaran!
Keberagaman bukan sumber utama terjadinya intoleransi
Keberagaman bukan sumber utama terjadinya intoleransi, namun ego-sentrisme antara mayoritas dan minoritas juga bisa dibilang salah satu penyebabnya. Dari data yang dibuat oleh Social Progress, tingkat diskriminasi mayoritas terhadap minoritas di Indonesia itu berada di angka 7.20 dari 10 atau berada di ranking 96 dari 146 negara.
Angka ini sungguh memprihatinkan dan sudah menjadi tugas kita bersama untuk memperbaikinya. Siapa para minoritas yang mendapat diskriminasi ini? Salah satunya adalah penyandang disabilitas, mereka sering mendapat diskriminasi dari masyarakat akibat cacat yang dimilikinya. Kemudian LGBT, kaum ini juga mengalami diskriminasi yang hebat di Indonesia, dari data yang dibuat oleh Social Progress, tingkat penerimaan masyarakat Indonesia pada kaum ini hanya 5.72 dari 100, sangat rendah.
Toleransi itu sangat penting, perlu diingat bahwa toleransi bukan hanya perihal agama saja. Semua aspek kehidupan sosial kita harus ada toleransi, misal saja napi yang baru keluar dari penjara, jika masyarakat mengucilkan dia karena masih menganggap dia orang jahat, kemudian orang itu tertekan jiwanya, merasa tersiksa akan hidup baru yang ia jalani ini, siapa yang akan kita salahkan jika dia kembali menjadi orang jahat?
Toleransi adalah bagaimana kita menerima orang-orang yang “salah” agar dia kembali menjadi benar. Bagaimana kita menyikapi sebuah perbedaan dengan pandangan cinta kasih.
Semua Agama mengajarkan kasih kepada sesama manusia. Jangan kau memberangus kemanusiaan dengan mengatasnamakan Agamamu, itu adalah penistaan sebenarnya terhadap konsep Ketuhanan dan Keagamaan.
Merampok dan membunuh adalah sebuah tindakan yang keji, namun itu tidak menjadikan pelakunya layak untuk mendapat sanksi sosial. Cukuplah sanksi hukum membuat dia jera, kemudian sosial menerimanya kembali sebagai bagian dari masyarakat pada umumnya tanpa ada cap diskriminatif pada mereka.
Mari kita jaga toleransi kita, mari kita kuatkan bangsa besar ini, dan tolong, manusiakanlah seorang manusia.