Mengenai mudahnya akses informasi di zaman modern ini, bagaimana sebaiknya kita menyikapi maraknya penyebaran hoaks? Terutama bagi generasi orang tua kita yang seringkali dengan mudah termakan hoaks.
Kemudahan akses
Di era kebebasan informasi saat ini, siapa saja bisa berperan sebagai informan dan siapa saja dapat mengakses informasi dengan mudah, selama dia memegang smartphone dan tentu saja akses internet yang mudah didapat entah dari paketan bulanan atau mencuri wifi tetangga. Tak peduli tua maupun muda akan dengan mudah mengakses segala macam informasi yang disediakan di internet; dan tak peduli pintar atau bodoh, doktor atau seorang yang tak lulus sd, seorang profesor atau seorang pengangguran, siapa saja bisa membuat dan menyebarkan informasi dengan mudah.
Hal ini tentu memudahkan kita, dulu untuk mendapat informasi kita harus membeli koran yang ribetnya minta ampun, atau nongkrong di depan radio dan tv untuk mendengar informasi yang dibawakan dalam siaran radio dan tv. Sekarang, kita bisa mendapat informasi entah itu sambil buang air, di sela-sela kesibukan sebagai kuli, dan ditengah waktu istirahat saat belajar dikelas.
Namun, kebebasan informasi saat ini memiliki dua wajah. Selain dampak positif, hal ini juga membawa dampak negatif dalam kehidupan kita. Sekarang, siapapun dapat menuliskan informasi dan menyebarkannya dengan mudah, tanpa diawasi ataupun dibatasi. Alhasil, informasi yang terdapat di internet tidak selalu informasi yang akurat, malah justru seringkali informasi yang menyesatkan. Sampai sini kita semua paham bahwa informasi apapun di internet tidak seharusnya ditelan mentah-mentah. Celakanya, banyak sekali orang yang tidak memahami hal ini, atau mungkin dia paham tapi dia enggan mencari tahu lebih, karena informasi yang dia baca sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan egonya. Sederhananya, banyak orang yang mengambil kesimpulan utuh dari informasi yang sepotong. Akhirnya, hoaks pun tersebar dengan leluasa. Karena masih banyak orang yang senang mengkonsumsinya.
Sampai disini cukup jelas, instrumennya dalam hal ini internet, tidak bisa disalahkan dalam maraknya penyebaran hoaks, melainkan ada segelintir orang yang tidak memahami konsep fundamental internet, dan tidak mau mencari tahu lebih jauh lagi setelah mendapat informasi yang sudah memenuhi egonya. Bisa dibilang orang seperti ini hanya mencari informasi yang berisi pembenaran atas hipotesa yang ia bangun.
Skeptis terhadap setiap informasi
Hoaks itu banyak ragamnya, namun kini sedang marak hoaks politik, tak heran karena ini adalah tahun politik. Banyak sekali informasi keliru mengenai sosok politisi maupun tentang kebijakan politiknya. Hal ini wajar mengingat di internet semua bisa menuliskan apa saja dan menyebarkan apa saja. Termasuk hal yang negatif. Baik, tunggu dulu, biar saya tarik kalimat sebelumnya.
Baik maupun buruknya suatu informasi, tidak ada kaitannya dengan benar atau salahnya informasi tersebut. Banyak hal positif yang disebarkan namun ternyata salah, dan banyak pula hal negatif yang disebarkan berisi kebenaran. Jadi, akan sangat irrelevan jika kita menilai benar-salahnya suatu informasi dari negatif-positifnya isi informasi tersebut.
Lalu, bagaimana sebaiknya kebebasan informasi ini disikapi. Tentu saja, sikap kita sangat penting, sebelum kita mengingatkan orang lain, tentu kita harus bersikap lebih bijak terlebih dulu dalam menyikapi era kebebasan informasi ini. Kita boleh jadi sudah memiliki suatu ide atau gagasan dalam kepala kita, namun jika ingin menguji kebenaran dari ide tersebut, mencari informasi yang hanya mendukung gagasan kita, itu tentu bukan menguji kebenaran dan mencari kebenaran. Namun itu hanya mencari pembenaran. Lebih baik mencari informasi yang kontradiktif, agar gagasan kita lebih sering berbenturan. Dari benturan-benturan itu, gagasan kita akan lebih teruji. Sederhananya, banyak mencari informasi dari beragam sumber, coba cocokkan, coba benturkan, dan coba ambil kesimpulan dengan sangat hati-hati.
Selain itu, mengetahui sumber informasi yang kita dapat juga sangat penting untuk menilai keabsahan informasi yang disampaikan. Meski kita harus tetap melihat berbagai sumber informasi lain untuk mengambil kesimpulan. Jangan hanya karena sumbernya sudah mempunyai “Nama” kredibel dan bisa dipercaya, kita 100% percaya atas informasi yang terdapat disana. Ingat, portal berita dan isinya bukan tuhan dan firmannya yang kebenarannya mutlak.
Kebanyakan ketika menyebar hoax dan kemudian ditanya pertanggungjawaban atas informasi yang ia bagikan tersebut, orang cenderung hanya akan berkelit “Ngga tau, saya mah cuman ikutan share, ngga tau apa-apa”. Nah, ini penyakit. “If u don’t know nothing ‘about the sh!t, then don’t act like you do”. Ketika membagikan informasi, kita harusnya paham dengan isinya. Negatif-positifnya tanggapan kita yang penting kita paham apa yang kita share. Jangan sok-sokan share ini itu secara buru-buru. Membagikan hoaks juga bisa kena pidana loh.
Antisipasi Hoaks
Kesimpulannya, hoaks itu produk dari kebebasan informasi, kita tidak akan pernah bisa melenyapkannya. Apalagi jika hoaks ini masih jadi konsumsi favorit masyarakat setelah nasi. Penyebarannya akan tetap masif. Yang perlu dilakukan adalah pendidikan dalam berinternet. Agar setidaknya, pengkonsumsi hoaks ini berkurang. Dengan memilah informasi yang didapat dan melihat kekredibelan sumber informasi. Kita akan lebih terhindar dari hoaks.
Dan satu hak lagi, mempercayai informasi yang sesuai dengan apa yang kita pikirkan dan harapkan itu juga jadi salah satu sebab kita makan hoaks loh. Jadi, rajinlah membaca, dengan membaca kita akan lebih sering membenturkan informasi yang kita dapat. Dan voila, adios hoax!
Oleh: Akmal Maulana
#TolakHoaks #SadarInformasi #SadarLiterasi #Simplewaytoknow #EBID #KebebasanInformasi #Skeptis #Antisipasi