Firli Bahuri telah dijadikan tersangka tetapi tidak ditahan, apa yang menjadi peraturannya?
Firli Bahuri, yang menjabat sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah jadi tersangka sebuah kasus. Kasus yang menimpanya yaitu pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo pada Rabu (22/11) malam. Meskipun demikian, belum ada penahanan Firli Bahuri.
Menurut Ade Safri Simanjuntak, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, terdapat berbagai barang bukti yang menunjukkan dugaan bahwa Firli melakukan pelanggaran terhadap Pasal 12 e dan/atau Pasal 12B dan/atau Pasal 11 UU Tipikor Juncto Pasal 65 KUHP. Akibatnya, ia berpotensi mendapatkan hukuman penjara seumur hidup.
Peraturan mengenai penahanan terhadap tersangka diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Penahanan tersangka adalah hak penyidik polisi atau penuntut umum kejaksaan. Menurut Pasal 21 KUHAP, penahanan tersangka harus memenuhi persyaratan yang bersifat subjektif dan objektif.
Syarat subjektif merujuk pada kekhawatiran yang aparat penegak hukum rasakan terhadap tersangka jika tidak ada tindakan penahanan secara langsung. Terdapat tiga faktor kekhawatiran yang perlu pertimbangan oleh penyidik untuk segera menahan tersangka.
Alasan Penahanan Seseoran
Ada dua alasan penahanan seseorang bisa terjadi. Pertama, jika ada kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri. Kedua, jika ada kekhawatiran bahwa tersangka akan menghancurkan atau menghilangkan barang bukti.
Selanjutnya, jika ada kekhawatiran bahwa tersangka akan mengulangi perbuatan pidana yang telah dilakukan.
Sementara itu, persyaratan objektif penahanan berlaku untuk orang yang terdakwa yang telah melakukan tindak pidana dan/atau mencoba melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman penjara selama lima tahun atau lebih.
Walaupun demikian, KUHAP memiliki ketentuan objektif. Ketentuannya memberikan pengecualian tertentu, sehingga penyidik masih dapat menahan tersangka meskipun ancaman pidana kurang dari lima tahun.
Dalam hal ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan penyidik untuk menahan tersangka secara langsung, meskipun ancaman pidananya kurang dari lima tahun.
- Pasal yang terdapat dalam KUHP adalah Pasal 282 Ayat 3, Pasal 296, Pasal 335 Ayat 1, Pasal 351 Ayat 1, Pasal 353 Ayat 1, Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480, dan Pasal 506.
- Pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai dalam Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie, yang telah mengalami perubahan terakhir pada tahun 1931 melalui Staatsblad Nomor 471.
- Mengacu pada Pasal 1, Pasal 2, dan Pasal 4 UU Darurat Nomor 8 Tahun 1955 yang berkaitan dengan pelanggaran keimigrasian.
- Pasal 36 ayat 7, pasal 41, pasal 42, pasal 43, pasal 47, dan pasal 48 dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 yang mengatur tentang Narkotika.