Gajah adalah mamalia besar dari famili Elephantidae dan ordo Proboscidea.
Secara tradisional, terdapat dua spesies yang diakui, yaitu gajah afrika dan gajah asia, walaupun beberapa bukti menunjukkan bahwa gajah semak afrika dan gajah hutan afrika merupakan spesies yang berbeda.
Gajah tersebar di seluruh Afrika sub-Sahara, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Elephantidae adalah satu-satunya famili dari ordo Proboscidea yang masih ada; famili lain yang kini sudah punah termasuk mamut dan mastodon.
Gajah afrika jantan merupakan hewan darat terbesar dengan tinggi hingga 4 m dan massa yang juga dapat mencapai 7.000 kg. Gajah memiliki ciri-ciri khusus, dan yang paling mencolok adalah belalai atau proboscis yang digunakan untuk banyak hal, terutama untuk bernapas, menghisap air, dan mengambil benda.
Gigi serinya tumbuh menjadi taring yang dapat digunakan sebagai senjata dan alat untuk memindahkan benda atau menggali. Daun telinganya yang besar membantu mengatur suhu tubuh mereka. Gajah afrika memiliki telinga yang lebih besar dan punggung yang cekung, sementara telinga gajah asia lebih kecil dan punggungnya cembung.
Berikut Beberapa Jenis Gajah Yang Hidup di Indonesia
Gajah Sumatera
Gajah Sumatera merupakan subspesies dari gajah Asia. Kini, gajah adalah jenis hewan yang paling besar yang hidup di alam. Gajah Sumatera bahkan menjadi mamalia dengan ukuran tubuh terbesar di Nusantara. Ciri khas fisik gajah adalah belalai dan gadingnya.
Gajah Sumatera jantan memiliki gading yang lebih pendek dikelasnya, sementara Gajah Betina Sumatera lebih unik lagi karena memiliki gading yang sangat pendek. Jika Anda melihat sekilas, akan tampak seolah gading itu bersembunyi di balik bibir atasnya.
Gajah Sumatera atau Elephas maximus sumatranus adalah hewan cerdas yang memiliki ukuran otak lebih besar dibandingkan dengan mamalia lainnya. Hewan raksasa ini membutuhkan asupan 150 kg dedaunan sebagai makanannya dan 180 liter air setiap hari. Sekali minum, Gajah Sumatera bisa menghabiskan 9 liter air dengan menghisapnya melalui belalai. Selain untuk minum, belalai hewan ini juga berfungsi untuk menggamit benda pada bagian ujungnya.
Bobot Gajah Sumatera pada umumnya berkisar antara 4 hingga 6 ton dengan tinggi tubuh 1,7 hingga 2,6 meter. Dengan ukuran raksasanya, Gajah Sumatera dapat berkelana sejauh 20 km dalam waktu satu hari demi memenuhi asupan makanannya.
Gajah Sumatera memiliki kepekaan yang tinggi terhadap bunyi-bunyian, hal ini didukung oleh ukuran telinga mereka yang cukup besar. Dalam hal usia, Gajah Sumatera yang hidup dalam perawatan biasanya mampu bertahan hidup lebih lama yaitu 70 tahun, dibandingkan dengan yang hidup di alam hutan liar, pada umumnya mereka berumur lebih pendek karena banyaknya ancaman yang menggangu kelangsungan hidupnya.
Gajah Sumatera masuk dalam golongan satwa terancam punah (endangered) pada daftar merah spesies terancam oleh Lembaga Konservasi Dunia IUCN. Banyak hal yang memicu kepunahannya, mulai dari serangan liar dalam hutan, pembebasan lahan untuk area perkebunan dan pembangunan, serta pembantaian yang dilakukan manusia karena menganggap hewan ini sebagai musuh yang terkadang memasuki pemukiman masyarakat akibat hutan habitat mereka yang terus menerus dirambah oleh kepentingan bisnis komersial.
Pulau Sumatera merupakan salah satu wilayah dengan laju deforestasi hutan terparah di dunia dan populasi gajah berkurang lebih cepat dibandingkan jumlah hutannya.
Penyusutan atau hilangnya habitat satwa besar ini telah memaksa mereka masuk ke kawasan berpenduduk sehingga memicu konflik manusia dan gajah, yang sering berakhir dengan kematian gajah dan manusia, kerusakan lahan kebun dan tanaman dan harta benda.
Pengembangan industri pulp dan kertas serta industri kelapa sawit sebagai salah satu pemicu hilangnya habitat gajah di Sumatera, mendorong terjadinya konflik manusia-satwa yang semakin hari kian memuncak.
Pohon-pohon sawit muda adalah makanan kesukaan gajah dan kerusakan yang ditimbulkan gajah ini dapat menyebabkan terjadinya pembunuhan (umumnya dengan peracunan) dan penangkapan. Ratusan gajah mati atau hilang di seluruh Provinsi Riau sejak tahun 2000 sebagai akibat berbagai penangkapan satwa besar yang sering dianggap ‘hama’ ini.
Gajah kalimantan
Gajah kalimantan (Elephas maximus borneensis) adalah subspesies dari gajah asia dan dapat ditemukan di Kalimantan Utara dan Sabah.
Asal usul gajah kalimantan masih merupakan kontroversi. Terdapat hipotesis bahwa mereka dibawa ke pulau Kalimantan. Pada tahun 2003, penelitian DNA mitokondria menemukan bahwa leluhurnya terpisah dari populasi daratan selama pleistosen, ketika jembatan darat yang menghubungkan Kalimantan dengan kepulauan Sunda menghilang 18.000 tahun yang lalu.
Gajah Kalimantan berukuran lebih kecil dibanding Gajah Afrika ataupun subspesies Gajah Asia lainnya. Gajah jantan memiliki tinggi badan antara 1,7 hingga 2,6 m, sedangkan gajah betina mempunyai tinggi badan antara 1,5 hingga 2,5 m. Lebih kecil dibandingkan Gajah Asia yang tingginya mencapai 3 m. Gajah Kerdil Kalimantan (Elephas maximus borneensis) berkulit abu-abu kehitaman.
Perbedaan lainnya adalah telinga yang lebih besar, ekor lebih panjang sehingga hampir mencapai tanah dan lebih gemuk. Di samping itu Gajah Kalimantan (Elephas maximus borneensis) juga kurang agresif dibandingkan subspesies Gajah Asia lainnya. Pola dan jenis makanan gajah ini hampir menyerupai Gajah Asia lainnya.
Gajah Kerdil Kalimantan hidup tersebar di Malaysia (Sabah) dan Indonesia (Kalimantan). Di Indonesia Gajah Kalimantan ini hidup di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, yang berbatasan dengan Sabah. Habitat utama Gajah Kalimantan meliputi Hutan Dipterocarpa Dataran Rendah, Hutan Dipterocarpa Perbukitan, Hutan Tepian-sungai, Hutan Ek Pegunungan Rendah dan Hutan Rawa.
Populasinya tidak diketahui dengan pasti. Pada tahun 2007 diperkirakan populasinya antara 500 – 2.000 ekor. Namun untuk yang mendiami wilayah Indonesia (di Kabupaten Nunukan), berdasarkan survey WWF, diperkirahan hanya terdapat 30-80 ekor saja.
Referensi
wwf.or.id