Jakarta – Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika menjelaskan patroli siber yang dilakukan polisi di grup WhatsApp untuk mengurangi peredaran hoaks di platform tersebut. Ia menjelaskan walaupun namanya patroli, tetapi bukan seperti patroli pada umumnya apalagi yang dilakukan secara sembarangan.
Patroli akan dilakukan ketika polisi menemukan adanya tindak kriminal yang dilakukan salah satu anggota di grup WhatsApp yang bersangkutan.
“Saya baca di berita yang berseliweran. Polisi berpatroli di grup WhatsApp bukan patroli gitu aja, nggak.” Jawaban Rudiantara saat ditemui di Rapat Kerja Komisi I DPR RI, pada Selasa (18/6) lalu.
Patroli ini bisa dilakukan oleh dua pihak, yaitu dari Penyidik Pegawai Sipil Kemkominfo ataupun dari polisi melalui Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Tambah Rudiantara.
Menurutnya pihak berwenang sah-sah saja untuk masuk ke grup apabila memang terjadi tindak kriminal di dalam grup tersebut.
“Misalnya, ditemukan dua orang yang saling balas pesan di WhatsApp. Dan salah satu dari mereka ada pelaku tindak kriminal, pihak berwenang boleh masuk dong. Terlebih lagi di grup WhatsApp.” Tambahnya.
Rudiantara menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang berlaku terdapat dua delik perkara, yaitu aduan dan umum.
“Di UU nya sendiri kan sudah tertera jelas ada dua delik perkara. yaitu umum dan aduan. Jika ditemukan perkara delik umum ya tidak perlu menunggu ada yang ngadu. Ada kan di Pasal 27 Ayat 3 UU ITE.” jelasnya.
Patroli siber di grup WhatsApp sudah dilakukan oleh tim Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
Patroli ini bukan berarti pihak polisi masuk grup WhatsApp begitu saja. Tetapi, sebelumnya memang sudah ada penyelidikan yang dilaporkan oleh masyarakat atas informasi hoaks yang beredar luas di platform tersebut.
Menurutnya, polisi siber tidak melanggar privasi dan undang-undang yang berlaku. Sebelumnya, patroli siber ini telah dilakukan sejak Pemilu 2019 lalu.