Kasus memilukan dalam ruang lingkup pendidikan terjadi lagi di Indonesia, kini sebanyak 77 dari 89 pelajar kelas VII Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), disiksa oleh dua orang pendamping siswa.
Sebanyak 77 siswa tersebut dipaksa makan feses atau kotoran manusia oleh dua pendamping pada Rabu (19/02/2020) lalu.
Salah seorang siswa yang menjadi korban menceritakan, setelah makan siang, ia bersama teman-teman kembali ke asrama karena mau istirahat. Tiba di asrama, salah satu pendamping menemukan kotoran manusia dalam kantong di sebuah lemari kosong.
Setelah itu, pendamping memanggil semua siswa dan menanyakan siapa yang menyimpan kotoran itu. Karena tidak ada yang mengaku, pendamping tersebut langsung menyendok kotoran itu lalu disuap ke dalam mulut para siswa. Mereka pun terpaksa menerima perlakuan itu tanpa perlawanan.
“Kami terima dan pasrah. Jijik sekali, tetapi kami tidak bisa melawan,” ujar siswa kelas VII yang tak ingin namanya diebut Kompas.com, Selasa (25/02/2020).
Para siswa tidak melaporkan perlakuan kejam sang pendamping kepada orang tua karena takut akan disiksa nantinya. Menurut dia, setelah para murid disiksa, kedua pendamping menyuruh mereka agar tidak menceritakan persoalan itu keluar.
Namun, setelah kejadian itu, ada satu orang temannya yang lari ke rumah untuk memberitahukan hal itu kepada orang tua. Kasus itu pun terbongkar pada Jumat (21/02/2020), ketika ada orang tua siswa yang menyampaikan hal tersebut di dalam grup WhatsApp humas sekolah.
Martinus, salah satu orang tua murid, merasa sangat kecewa terhadap perlakuan pendamping asrama yang menyiksa anak-anak dengan memaksa makan kotoran manusia.
Klarifikasi pihak sekolah
Deodatus selaku pihak sekolah membantah aksi itu dilakukan oleh pembina atau pendamping. Kejadian itu, kata dia, dilakukan dua siswa kelas XII yang bertugas menjaga kebersihan area asrama siswa kelas VII.
Deodatus mengatakan, pihak Seminari telah meminta maaf di hadapan orang tua terkait masalah ini. Dua kakak kelas itu pun dikeluarkan dari Seminari Bunda Segala Bangsa. Seminari juga mendampingi para siswa kelas VII pemulihan mental dan memperbaiki trauma mereka.