Kelompok paleolitik mengembangkan alat dan benda yang semakin kompleks yang terbuat dari batu dan serat alami.
Inovasi Teknologi
Alat-alat batu mungkin merupakan artefak budaya pertama yang dapat digunakan para sejarawan untuk merekonstruksi dunia orang-orang Paleolitik. Bahkan, alat-alat batu sangat penting di zaman Paleolitik sehingga nama-nama periode Paleolitik didasarkan pada perkembangan alat: Paleolitik Bawah, Paleolitik Atas, Mesolitik (Zaman Batu Muda) dan Neolitik (Zaman Batu Baru).
Alat-alat batu juga memberi kita wawasan tentang perkembangan budaya. Para antropolog berpikir orang Paleolitik kemungkinan besar berburu, mencari makan, dan menggunakan sistem komunal untuk membagi tenaga kerja dan sumber daya. Para antropolog telah menyimpulkan hal ini dengan menggambar analogi dengan kelompok pemburu-pengumpul modern dan dengan menafsirkan seni gua yang menggambarkan perburuan kelompok.

Sekitar 40.000 tahun yang lalu, bilah-bilah batu dan alat-alat yang terbuat dari tulang, gading, dan tanduk bermunculan, bersamaan dengan instrumen kayu yang sederhana. Mendekati ke 20.000 tahun yang lalu, jarum pertama pun mulai di produksi. Akhirnya, antara 17.000 dan 8.000 tahun yang lalu, manusia menghasilkan instrumen yang lebih rumit seperti tombak berduri dan pelempar tombak.
Mungkin banyak alat yang terbuat dari bahan selain batu tetapi tidak bertahan sampai hari ini untuk diamati oleh para ilmuwan. Satu pengecualian adalah “Manusia Es” Neolitik, yang ditemukan oleh dua pejalan kaki di Pegunungan Alpen Ötztal, yang “diawetkan” dalam es selama 5.000 tahun! Dia ditemukan dengan seperangkat batu yang kuat dan alat-alat serat alami, termasuk busur panjang enam kaki, kulit rusa, empat belas panah, tongkat dengan ujung tanduk untuk mengasah pisau batu, pisau belati kecil dalam sarung tenun, tembaga kapak, dan tas obat.

Bahasa, budaya dan seni
Bahasa mungkin merupakan inovasi terpenting dari era Paleolitik. Para ilmuwan dapat menyimpulkan penggunaan awal bahasa dari fakta bahwa manusia melintasi berbagai wilayah, membangun pemukiman, menciptakan alat, memperdagangkan, dan melembagakan hierarki sosial dan budaya. Tanpa bantuan bahasa, hal-hal ini kemungkinan tidak mungkin terjadi.
Penelitian pada cranium Homo sapiens purba menunjukkan otak besar dengan lekukan yang menyiratkan perkembangan area otak yang terkait dengan bicara. Persisnya bagaimana manusia mengembangkan kapasitas untuk bahasa adalah masalah yang patut diperdebatkan. Namun, catatan sejarah menunjukkan bahwa bahasa memungkinkan struktur sosial yang semakin kompleks, dengan kapasitas yang ditingkatkan untuk pertimbangan, moralitas, dan kerohanian.
Karya seni seperti lukisan gua dan seni portabel menunjukkan kreativitas dan struktur kelompok mereka. Mereka menunjukkan minat untuk berbagi pengetahuan, mengungkapkan perasaan, dan mengirimkan informasi budaya kepada generasi selanjutnya. Meskipun karya seni itu sudah lebih dari 35.000 tahun yang lalu dan langka, ada banyak bukti lukisan dan patung-patung gua dari periode selanjutnya.

Selain seni gua, patung-patung portabel yang berasal dari zaman Paleolitik telah ditemukan. Seperti patung berbentuk wajah yang diukir halus, sementara yang lain menonjolkan organ seksual dan bokong, salah satunya patung berusia 25.000 tahun yang ditemukan di Dolni Vestonice di Republik Ceko modern. Objek seperti itu menunjukkan keinginan untuk membuat patung-patung indah, tetapi beberapa juga menyarankan bahwa objek seperti ini terkait dengan minat pada kesuburan manusia.

Referensi:
- Diadaptasi sebagian dari “Mesolithic Art” dari Boundless Art History, “CC BY-SA 4.0”
- Beck, Roger B., Linda Black, Larry S. Krieger, Phillip C. Naylor, and Dahia Ibo Shabaka. World History: Patterns of Interaction. McDougal LIttel, 2005.
- Bulliet, Richard W., Pamela Kyle Crossley, Daniel R. Headrick, Steven W. Hirsch, Lyman L. Johnson, and David Northrup. The Earth and Its Peoples: a Global History. Boston: Wadsworth Cengage Learning, 2011.
- Spodek, Howard. The World’s History. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall, 2006.
- Strayer, Robert W. Ways of the World. Bedford St. Martin’s, 2016.