Implementasi Program JKN di Indonesia
Program JKN merupakan salah satu bentuk reformasi dibidang kesehatan dengan tujuan untuk mengatasi permasalahan fragmentasi dan pembagian jaminan kesehatan. Permasalahan ini terjadi didalam skema jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang menjadi akibat tidak terkendalinya biaya kesehatan dan mutu pelayanan (Khariza, 2015).
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan upaya pemerintah agar dapat meningkatkan kesehatan masyarakat dengan menyeluruh, dengan pola hidup sehat serta dapat mewujudkan masyarakat yang produktivitas dan sejahtera dengan memberikan jaminan kesehatan pada masyarakat.
Program ini merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang wajib diikuti oleh seluruh penduduk melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan mulai diimplementasikan pada januari 2014. Pada awal penerapan program JKN memang mengalami beberapa kendala seperti belum seluruh penduduk menjadi peserta dari program ini, distribusi pelayanan masyarakat yang belum merata serta kualitas pelayanan yang bervariasi, lalu sistem rujukan dan pembayaran yang belum optimal (Saputra M dkk., 2015).

Berawal dari perbedaan kemampuan membayar iuran, penduduk negeri ini terbagi menjadi dua golongan, yaitu penduduk yang mampu membayar iuran dan penduduk fakir miskin.
Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan (PerPres JK) menamai kedua golongan tersebut masing-masing sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Bukan Penerima Bantuan Iuran (Bukan PBI).
PBI dibebaskan dari kewajiban membayar iuran JKN. Pemerintah mengambil alih tanggung jawab itu dan membayarkan iuran JKN dari dana APBN kepada BPJS Kesehatan. Sebaliknya, penduduk tergolong Bukan PBI wajib menanggung iuran JKN dan membayarkannya secara mandiri kepada BPJS Kesehatan.
Selanjutnya, Perpres JK membagi penduduk ‘Bukan PBI’ menjadi empat golongan. Kali ini penggolongan berdasarkan karakteristik pekerjaan. Bukan PBI terdiri dari Pekerja Penerima Upah, Pekerja Bukan Penerima Upah, Bukan Pekerja, dan Penerima Pensiun (Sabrina Q, 2015).

Sejak tahun 2014, Indonesia telah mengimplementasikan UHC melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). WHO memberikan target 100% agar penduduk dapat melakukan akses ke pelayanan kesehatan melalui upaya Universal Health Coverage (UHC).
UHC berprinsip agar semua penduduk bisa mendapatkan perlindungan asuransi kesehatan, mengurangi sharing biaya pelayanan kesehatan, danmemberikan benefit sebanyak-banyaknya termasuk juga benefit rawat jalan ke pelayanan kesehatan.
Sedangkan berdasarkan data Indonesia Family Life Survei (IFLS) 2007, di Indonesia utilisasi rawat jalan ke pelayanan kesehatan hanya berkisar pada proporsi 14%. Maka dari itu diharapkan dengan adanya program JKN Indonesia mampu meningkatkan akses masyarakat untuk melakukan pelayanan kesehatan termasuk dengan melakukan kunjungan rawat jalan (Nugraheni dkk, 2017).
Sudah setahun Program Jaminan Kesehatan Nasional ini diterapkan dan terlihat beberapa kendala dalam tahun pertama pelaksanaanya yang berkaitan dengan pelayanan, kesetaran, dan keuangan. Beberapa kendala ini tidak hanya terletak dari internal program saja namun, juga banyak dipengaruhi oleh hambatan-hambatan eksternal yang ada.

Pemerintah selalu memberikan kebijakan yang terbaik untuk meningkatkan taraf kesejahteraan dan meningkatkan kualitas kesehatan. Sehingga pemerintah selalu mengupayakan peraturan yang ada dengan semaksimal mungkin.
Penerapan BPJS kesehatan sebagai pelaksana kebijakan sudah berupaya semaksimal mungkin dalam memberikan sosialisasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat terkait Jaminan Kesehatan. Namun, memang semua butuh proses dan waktu bagi seluruh warga Negara (Basuki EW dkk., 2016).