Tak sedikit yang menilai dan menyimpulkan bahwa harapanlah sumber dari segala rasa sakit. Kekecewaan, kepedihan, kehilangan, lelah, bahkan hingga candu akan euforianya kebahagiaan.
Harapan dan Hidup
Sumber dari kepedihan bukanlah harapan, justru harapanlah sebab kita masih bisa eksis dan mampu mempertahankan kehidupan sekarang ini, tak cukup begitu saja, harapan juga lah yang membuat kita mampu terus berinovasi menghadapi masa depan.
Harapan bukanlah sebab penderitaan, Kesengsaraan itu datang dan tumbuh dari obsesi yang telah terbiasa kita rawat dan akhirnya mengusai diri. Ya, ketika obsesi membuat diri kita tak mampu lagi berkompromi dengan kenyataan, maka demikianlah kepedihan bercumbu dengan musim dingin.
Tapi dengan demikian, bukankah ada baiknya jika kita tak berharap sebagai langkah antisipatif terhadap kekecewaan, kesedihan, juga kepedihan?
Delusi Nirwana
Sebenarnya kita tak bisa juga menampik kenyataan bahwa kita tak pernah; dan tak akan bisa berhenti berharap. Hal ini memang sudah semacam set default kita sebagai bagian dari semesta.
Jadi jika kita sudah tahu demikian, berharaplah sekadarnya, ini bukan berarti serta merta menjadikan kita sebagai seorang yang tak berkomitmen atas harapan sendiri, tapi ini lebih kepada seberapa harusnya kita mampu menakar dan berkompromi dengan hal-hal diluar dari ego kita, bahwa memang selalu ada bahan yang tak sesuai dengan perhitungan kini; juga ada banyak hal dan rasa yang patut kita perhatikan dan perhitungkan dari sekitar kita.
Jadi wahai ego, obsesi dan harapan. Bersekutulah dalam nadi nirwana, setidaknya kita harus mencoba, walaupun kita sebenarnya tahu hal demikian hanyalah angan yang tak akan benar-benar tercapai oleh siapapun!
#Harapan #Hope #Pain #Life #Obsesi #Nirwana #Derita #Pedih #Delusi