Hidup di ibu kota penuh dengan tantangan. Terutama karena biaya hidup yang semakin tinggi dan upah minimum provinsi yang jauh tertinggal.
Banyak yang menganggap sebagai simbol kemajuan dan peluang, keberadaan di Ibu Kota tidaklah menyenangkan bagi sebagian besar masyarakat menengah ke bawah. Selain persaingan yang ketat, biaya hidup yang tinggi di Jakarta semakin membebani mereka.
Hasil survei SBH 2022 oleh BPS menunjukkan bahwa biaya hidup yang pantas di Jakarta sangat tinggi, yaitu sebesar Rp 14,88 juta per bulan.
Angka ini menunjukkan peningkatan yang sangat besar dari perbandingan tahun 2018 yang hanya sekitar Rp 13,45 juta per bulan. Survei ini melibatkan 90 kota dan mencakup daerah perkotaan dan pedesaan untuk menggambarkan pola pengeluaran masyarakat.
Informasi yang diperoleh dari penelitian ini akan digunakan untuk membuat grafik perbandingan berat dan jenis barang baru dalam perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK).
Dengan tak terduga, Jakarta berhasil mengambil alih posisi sebagai kota yang paling mahal. Lalu, menggeser Bekasi yang sebelumnya menempati peringkat tertinggi pada tahun 2018.
Banyak sekali orang yang sedang mencari pekerjaan yang berdatangan ke Job Fair Nasional 2023 dari Kementerian Ketenagakerjaan di JIExpo Kemayoran Jakarta.
Pudji Ismartini, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, mengumumkan temuan survei ini dalam pengumuman SBH 2022 pada hari Selasa, tanggal 12 Desember 2023.
Menurut Pudji, pada tahun 2018, Bekasi merupakan kota yang paling mahal di urutan pertama, sedangkan DKI Jakarta berada di urutan kedua. Namun, pada tahun 2022, posisi keduanya bertukar dan sekarang DKI Jakarta berada di posisi pertama.
UMP Tidak Sebanding dengan Biaya Hidup di Ibu Kota

Namun, paradoksnya, tingginya biaya kehidupan di Jakarta tidak sesuai dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2024. Baru-baru ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengumumkan UMP DKI Jakarta 2024, yang naik hanya sebesar 3,6% menjadi Rp5.067.381.
Kenaikan ini hanya sekitar Rp 165.583, tidak sebanding dengan lonjakan biaya hidup di sana. Biaya hidup yang meliputi perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar Rp 3,19 juta.
Penduduk Jakarta perlu mengeluarkan uang sebesar Rp 2,78 juta untuk membeli makanan, minuman, dan tembakau. Untuk transportasi sebesar Rp 2 juta.
Namun, pengeluaran untuk aktivitas rekreasi, olahraga, dan kegiatan budaya hanya sebesar Rp 286.087. Sementara kesehatan menempati peringkat ketiga dengan biaya sebesar Rp 485.611.
Situasi ini mengungkapkan ketidakseimbangan ekonomi di pusat kota. Di mana pekerja dengan upah minimum yang rendah harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Untuk mengurangi kesenjangan biaya hidup dan pendapatan, mungkin perlu dipertimbangkan peningkatan yang lebih besar dalam upah minimum provinsi. Hal ini akan memberikan harapan bagi masyarakat menengah ke bawah untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Utamanya di tengah tantangan hidup yang semakin berat di ibu kota.