Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta maaf atas karena telah salah dalam konversi data suara dan siap untuk mengoreksinya.
Beberapa waktu setelah pemungutan suara pada hari Rabu, 14 Februari, lembaga pemantau pemilu menerima banyak keluhan mengenai pelanggaran yang terjadi. Salah satunya, termasuk adanya perbedaan antara hasil pemungutan suara yang tercatat dalam formulir C1 dengan unggahan pada aplikasi Sirekap KPU.
KPU meminta maaf atas salah konversi data suara dan siap untuk segera memperbaiki kesalahan hasil penghitungan suara. Hasil perhitungan suara ini bernama “formular model C-1,” dalam sistem informasi rekapitulasi (Sirekap).

Banyak keluhan terkait dugaan kecurangan suara dari pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Setelah mendengar berbagai keluhan tersebut, Ketua KPU Hasyim Asy’ari, dalam konferensi pers pada hari Kamis, dengan rendah hati meminta maaf atas kegagalan dalam sistem pengolahan data dari C1 ke Sirekap.
Kami akan segera melakukan perbaikan jika ada kelemahan-kelemahan, dan kami mohon maaf jika hasil pembacaannya tidak sempurna dan menyebabkan kesulitan saat mengonversi data ke perhitungan yang tidak sesuai. “Kami di KPU adalah manusia biasa, yang mungkin saja melakukan kesalahan, tetapi kami akan memastikan bahwa kesalahan tersebut akan kami perbaiki. Yang terpenting, KPU harus jujur dan tidak boleh berbohong.”
Sistem Informasi Rekapitulasi
Sirekap adalah singkatan dari “Sistem Informasi Rekapitulasi”. Ini adalah aplikasi yang KPU kembangkan dan gunakan untuk menghitung suara dalam pemilihan.
Sesuai dengan keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024, Sirekap adalah perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi yang berfungsi untuk mempublikasikan hasil penghitungan suara, proses rekapitulasi hasil penghitungan suara, dan membantu dalam pelaksanaan penghitungan suara dalam pemilu.
Dalam aplikasi Sirekap, terdapat suatu sistem yang mampu membaca formulir C1 dan secara otomatis menampilkan angka hasil perhitungannya. Ketua KPU, Hasyim Asy’ari, mengakui adanya masalah dalam proses “pembacaan” formulir tersebut, serta daerah-daerah yang mengalami perbedaan hasil perhitungan suara.
Meskipun demikian, ia tetap bersyukur karena aplikasi Sirekap masih dapat berfungsi. Salah satu indikatornya adalah adanya laporan dari masyarakat kepada KPU jika terjadi kesalahan. Kesalahan ini adalah dalam mengonversi hasil pemungutan suara dengan hasil yang tertera di formulir C1.
Hasyim Asy’ari menekankan bahwa KPU tidak memiliki niat untuk memanipulasi atau mengubah hasil perhitungan suara.
Pengumpulan Beberapa Laporan
KPU masih terus mengumpulkan laporan-laporan dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota mengenai situasi-situasi yang menjadi alasan adanya pemungutan suara ulang.
Agar pemungutan suara ulang dapat di suatu daerah lakukan, maka perlunya rekomendasi dari panitia pengawas kecamatan. Rekomendasi ini akan tersampaikan kepada panitia pemilihan kecamatan (PPK), yang selanjutnya tersampaikan kepada KPU Kabupaten/Kota.
Menurut ketentuan dalam Undang-Undang Pemilihan Umum, KPU Kabupaten/Kota memiliki wewenang untuk memutuskan apakah ada kebutuhan untuk melakukan pemungutan suara ulang.
Hasyim menjelaskan bahwa pelaksanaan pemungutan suara ulang harus dalam waktu maksimal sepuluh hari setelah jadwal pencoblosan pada tanggal 14 Februari 2024, atau bisa lebih lama tergantung pada situasi di lapangan. Sebagai contoh, dia menyebutkan kondisi masih tergenang banjir di wilayah Demak, Jawa Tengah.
Menurut Hasyim, panitia pemilihan luar negeri (PPLN) di Kuala Lumpur, Malaysia, akan melakukan penghitungan suara menggunakan dua metode, yaitu kotak suara keliling dan penghentan pos sesuai rekomendasi pantia pengawas pemilu Kuala Lumpur.
Namun, hanya metode penghitungan di tempat pemungutan suara (TPS) yang boleh. KPU telah mengetahui bahwa ada pelanggaran prosedur saat pemungutan suara di ibu kota Malaysia ini.
Mengenai surat suara yang tertukar dari daerah pemilihan lain dan telah pemilih coblos, KPU mengumumkan bahwa surat suara untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota dianggap valid dan akan dihitung sebagai suara partai. Namun, surat suara untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari provinsi lain dianggap tidak valid.
Menurut Hasyim Asy’ari, insiden pertukaran surat suara dari daerah pemilihan lain telah tercatat dalam formulir khusus yang mencatat peristiwa yang terjadi di TPS-TPS tersebut.
Pencatatan Bawaslu Terkait Permasalahan
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mencatat ada 13 masalah yang terjadi selama proses pencoblosan dan 6 masalah yang terjadi selama proses perhitungan suara.
Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, menekankan bahwa jika terjadi kesalahan dalam mengubah angka hasil penghitungan suara, maka hasil yang tercantum dalam formulir C1 akan mereka gunakan dalam proses rekapitulasi suara di KPU Pusat.
“Sirekap hanya menyampaikan bahwa C1 dapat semua warga negara akses. Jika ada masalah dalam sistemnya, yang terpenting adalah C1 dapat terlihat dalam proses pemungutan dan penghitungan suara yang tepat,” ungkapnya dengan tegas.
Selain itu, Bawaslu telah mencatat sebanyak 13 permasalahan yang terjadi selama pemungutan suara dan enam permasalahan saat penghitungan suara.
Baca juga: