Skor PISA 2022 Indonesia Turun, Peringkat Naik Lebih Tinggi

Skor PISA 2022 yang mengevaluasi kemampuan literasi, numerasi, dan sains siswa di 81 negara tejadi penurunan, namun naik sebanyak 5-6 posisi.


social share pisa2022

Nilai PISA atau Programme for International Student Assessment, yang mengukur kemampuan literasi, numerasi, dan sains siswa secara global, mengalami penurunan, termasuk di Indonesia. Penurunan ini dipengaruhi oleh pandemi Covid-19.

Secara keseluruhan, hasil PISA 2022 yang mengevaluasi pengetahuan dan keterampilan siswa usia 15 tahun di 81 negara menunjukkan penurunan.

Walaupun begitu, penurunan skor Indonesia dalam pembelajaran akibat pandemi Covid-19 dianggap lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata global. Karena itu, peringkat PISA Indonesia tahun 2022 meningkat sebanyak lima hingga enam posisi dengan tahun 2018.

Hasil PISA 2022

Peringkat Pisa 2022 1 63a0603721
Skor PISA 2022 Indonesia Turun, Peringkat Naik Lebih Tinggi 10

Pengumuman hasil PISA 2022 pada hari Selasa (5/12/2023) menunjukkan bahwa selama periode 2018 hingga 2022, rata-rata skor Matematika di 35 negara anggota OECD mengalami penurunan. Sebesar hampir 15 poin, sementara skor membaca mengalami penurunan sebesar 10 poin, namun tidak ada perubahan yang signifikan pada skor sains.

Sekolah yang memiliki siswa-siswa dengan latar belakang yang beragam dapat menjadi lingkungan yang baik untuk mempelajari dan mengembangkan sikap toleransi, kemampuan berkomunikasi, dan kerja sama. Melalui kegiatan final Olimpiade Sains Kuark, siswa-siswa SD dari berbagai daerah di Indonesia belajar untuk mencintai sains sejak usia dini.

PISA merupakan program yang terbentuk oleh OECD (Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) untuk tujuan pembangunan ekonomi dan kerjasama antarnegara.

Sebagian besar negara mengalami penurunan skor rata-rata dalam Matematika dan membaca. Sebanyak 41 negara mengalami penurunan dalam Matematika dan 35 negara mengalami penurunan dalam membaca. Namun, skor sains tetap stabil di banyak negara. Sejumlah 33 negara dari 71 negara yang tetap memiliki skor yang sama antara tahun 2018 dan 2022. Data ini berdasarkan dari tes PISA yang melibatkan 690.000 siswa.

Andreas Schleicher, Direktur Direktorat Pendidikan dan Keterampilan OECD, menyatakan dalam konferensi pers bahwa pandemi telah mengganggu kehidupan generasi muda dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan dan ekonomi, serta menciptakan ketidakpastian dalam hidup mereka. Pengaruh media sosial dan kecerdasan buatan pada mereka juga memberikan peluang dan tantangan yang baru.

Baca Juga:  Pantaskah Menghukum Siswa Dengan Cara Mencukur Rambut?

Menurut Andreas, survei PISA adalah metode terpercaya secara global untuk mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa dalam mata pelajaran yang penting. Program ini melibatkan hampir 700.000 siswa sebagai perbandingan kemajuan pendidikan di berbagai negara.

Sampel PISA 2022

Menteri Nadiem Anwar, yang menangani bidang Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, menyampaikan bahwa sampel PISA dipilih secara acak oleh OECD di Jakarta.

Di Indonesia, sekitar 14.000 siswa usia 15 tahun dari kelas VIII SMP dan kelas X SMA/SMK terlibat dalam program ini. Pengumpulan data PISA tahun 2022 tekumpul dari bulan Mei-Juni 2022 setelah pandemi Covid-19.

Dalam Festival Belajar Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, pada Sabtu (17/6/2023), suasana di kelas Pemberantasan Buta Membaca (Tastaba) sangat terasa. Gerakan Nasional Tastaba ini merupakan inisiatif dari Yayasan Penggerak Indonesia Cerdas. Tujuannya untuk meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi siswa melalui strategi membuat hubungan antara pertanyaan dan jawaban. Harapannya, dengan adanya gerakan ini, kompetensi guru dalam mendongkrak kemampuan siswa akan semakin meningkat.

Prestasi PISA cukup menarik di mana semua negara mengalami penurunan pembelajaran dan kualitas akibat Covid-19. Indonesia mengalami pembelajaran dari rumah selama delapan bulan dan pembelajaran tatap muka terbatas selama 17 bulan. Baru pada bulan April 2022, aturan tatap muka akan secara penuh.

Nadiem menyatakan bahwa seperti negara-negara lainnya, skor PISA Indonesia mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2018. Meskipun demikian, peringkat PISA Indonesia mengalami peningkatan sebanyak lima hingga enam posisi dari tahun 2018.

Menurut Nadiem, ini adalah berita yang menggembirakan karena pemulihan di Indonesia setelah pandemi dan kehilangan belajar berjalan lebih cepat daripada rata-rata di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan yang tangguh dan berbagai upaya untuk mengejar ketertinggalan ternyata berhasil.

Baca Juga:  Koin Sawit yang Ditarik BI Tembus Harga Fantastis di Marketplace

Dampak COVID-19 Terhadap Kemampuan Literasi

Dampak PISA sangat menarik karena di seluruh dunia terjadi kehilangan pembelajaran dan penurunan kualitas pembelajaran yang akibat Covid-19.

Peringkat PISA Indonesia mengalami peningkatan lima posisi dibandingkan tahun 2018. Sementara skor rata-rata dunia mengalami penurunan sebesar 18 poin, Indonesia hanya mengalami penurunan sebesar 12 poin. Lebih dari 80 persen negara mengalami penurunan skor dalam membaca jika membandingkannya dengan tahun 2018.

Pada bidang Matematika, juga mengalami kenaikan lima peringkat. Skor internasional mengalami penurunan sebesar 21 poin, sementara Indonesia mengalami penurunan 13 poin. Sedangkan pada literasi sains, mengalami kenaikan pada peringkat ke-6 karena adanya penurunan secara global sebesar 12 poin. Indonesia juga termasuk mengalami penurunan.

Pada hari Jumat (13/9/2019), Doni membuat mural dengan tema budaya literasi di perpustakaan SDN Pondok Pucung 2, Tangerang Selatan, Banten. Berdasarkan hasil tes PISA, siswa Indonesia masih memiliki kelemahan dalam kemampuan membaca.

Menurut Nadiem, peringkat Indonesia mengalami peningkatan dan kerugian pembelajaran tidak begitu parah karena adanya akses online yang signifikan sehingga pembelajaran jarak jauh dapat berlangsung. Pemerintah telah memberikan kuota internet kepada 25 juta siswa dan 1,7 juta guru sehingga proses pembelajaran dapat tetap berjalan.

Andreas memberikan pujian terhadap hasil tes PISA Indonesia. Meskipun sedang menghadapi tantangan yang sulit, secara keseluruhan siswa Indonesia berhasil mempertahankan kualitas pembelajaran dalam nilai PISA mereka.

Andreas menyatakan bahwa meskipun terjadi penurunan sedikit sejak tahun 2018, namun hal itu tidak memiliki signifikansi secara statistik dan jauh lebih kecil dengan penurunan hasil pembelajaran di negara-negara lain selama pandemi. Andreas mengucapkan selamat dan mendorong untuk terus menjaga kualitas hasil pembelajaran.

Baca Juga:  Menlu Retno Marsudi ‘Walk Out’ Ketika Dubes Israel Berpidato di Dewan Keamanan PBB

Tantangan Pendidikan di Indonesia dari Segi Kualitas

Menurut Iwan Pranoto, Guru Besar di ITB, selama 20 tahun terakhir, Indonesia memiliki skor PISA yang berada di bawah rata-rata negara-negara OECD. Hal ini menunjukkan bahwa krisis belajar telah terjadi selama lebih dari dua puluh tahun dan tidak ada perkembangan yang signifikan.

Menurutnya, skor negara lain menurun akibat pandemi. Namun, Indonesia tidak mengalami penurunan yang begitu parah karena sebelumnya skornya sudah berada di bawah. Kita tidak bisa turun lebih rendah lagi.

Selain itu, perbandingan skor PISA antara negara masih menganggap tidak adil. Sebagai contoh, Indonesia yang memiliki luas wilayah yang lebih besar dengan Singapura yang hanya seukuran Jakarta Selatan. Iwan menekankan bahwa melihat peringkat antar negara tidaklah berguna. Yang paling penting adalah melihat perubahan skor kita setiap tiga tahun.

Pada perayaan ulang tahun ke-4 Gernas Tastaba di Depok, relawan dari Gerakan Nasional Buta Matematika (Gernas Tastaka) berkumpul untuk berdiskusi. Mereka sedang melihat berbagai pemanfaatan media belajar oleh guru-guru SD/MI untuk mengajarkan Matematika secara bernalar dan kontekstual, serta membaca dengan pemahaman yang mendalam. Acara tersebut berlangsung pada Jumat (11/11/2022).

Di Indonesia, hanya sekitar 18% siswa yang mencapai setidaknya level dua dalam Matematika. Jauh lebih rendah dengan rata-rata negara OECD yang mencapai 69%. Namun, di Singapura, persentase siswa yang mencapai minimal level dua dapat mencapai 85%.

Sebagian besar siswa Indonesia tidak mencapai prestasi terbaik dalam Matematika atau mencapai level 5 atau 6. Secara rata-rata, hanya sekitar 9% siswa OECD yang mencapai level ini, sementara di Singapura mencapai 41% dan Hong Kong mencapai 27%. Banyak siswa Indonesia belum memiliki keterampilan abad ke-21 yang penting untuk meraih kesuksesan.