Fraktur, tentu tak banyak dari kita menggunakan istilah medis ini dalam menyatakan keadaan keretakan maupun patah terhadap tulang.
Terputus dan atau retaknya keutuhan tulang ini seringkali disebabkan karena trauma fisik, seperti jatuh dari ketinggian, terhantam benda tumpul, dan lain sebagainya. Namun jika kita menelisik lebih jauh, dari banyak kasus fraktur (baca: retak dan atau patah tulang) dapat dipicu dan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, mulai dari gen bawaan, gender, usia, serta pola hidup. Osteoporosis misalnya, mengeropos atau berkurangnya kepadatan massa tulang ini dapat memperbesar resiko patah tulang.
Osteoporosis dan Keterkaitan yang Menyertainya
Osteoporosis umumnya hanya dialami orang-orang lanjut usia, berbeda dengan laki-laki, patah tulang yang didukung oleh penyakit degeneratif (baca: kemerosotan) ini memiliki persentase lebih tinggi terhadap perempuan dibanding laki-laki. Berkurangnya hormon estrogen meningkatkan resiko osteoporosis menyerang perempuan yang sudah memasuki masa menopause, yang kemudian membuat perempuan lanjut usia lebih rentan mengalami patah tulang. International Osteoporosis Foundations (IOF) mencatat perempuan mempunyai resiko patah tulang akibat osteoporosis sebesar 40% dalam hidupnya dibanding pria yang hanya 13%.
Nikotin yang memperbesar resiko Osteoporosis dan Patah Tulang
Ada fakta menarik lain mengenai hubungan patah tulang-osteoporosis dan perilaku hidup. Merokok misalnya, rokok yang banyak mengandung kadar nikotin tinggi dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan fungsi antara sel-sel osteoblas dan osteoklas, hal ini memicu osteoporosis dan meningkatkan resiko patah tulang. Nikotin pada rokok dapat menyebabkan osteoporosis tulang alveolar melalui peningkatan jumlah sel osteoklas dan penurunan sel osteoblas.
Penjelasannya dapat kita dapati melalui Penelitian eksperimental dengan disain post-test control group yang dilakukan pada 16 ekor kelinci New Zealand secara random. Grup 1 (8 ekor), sebagai kelompok kontrol dan grup 2 (8 ekor), sebagai kelompok perlakuan. Pada kelompok perlakukan dilakukan injeksi larutan nikotin selama 1 minggu dengan dosis nikotin sebesar 2,5 mg/kg BB/hari. Pengamatan dilakukan pada minggu pertama dengan menghitung jumlah sel osteoklas dan sel osteoblas melalui pemeriksaan histologi.
Osteoporosis tulang alveolar yang terjadi pada kelinci New Zealand yang dipapar nikotin, diakibatkan adanya peningkatan jumlah sel osteoklas dan penurunan jumlah sel osteoblas. Peningkatan jumlah osteoklas dan penurunan jumlah sel osteoblas menyebabkan ketidak seimbangan remodeling, yaitu saat terjadi resorpsi tulang oleh sel osteoklas tidak diimbangi dengan aposisi atau pembentukan tulang oleh sel osteoblas.
Referensi:
Dimyati, Kiki Familia. 2016. “Pengaruh Antara Aktivitas Fisik, Merokok, dan Sikap Lansia Terhadap Kejadian Osteoporosis”, Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 1 (hlm. 107-117). Surabaya: Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
Nilawati, Nina. Hansen Kurniawan. “Bagaimana Nikotin Dapat Menyebabkan Osteoporosis Pada Tulang Alveolar”. Surabaya: Departemen Periodontia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hangtuah.