Apakah Selingkuh dalam hukum Islam dianggap sebagai perbuatan Zina?
Selingkuh atau perselingkuhan merupakan ikatan emosional atau fisik antara seorang pria atau wanita yang telah menikah dengan seseorang yang bukan pasangannya.
Selingkuh adalah tindakan yang sangat diharamkan dalam agama Islam. Sebenarnya, ketika seseorang menikah, tujuannya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan menjaga diri dari godaan-godaan yang ada.
Jika suami atau istri tergoda oleh orang lain dan terlibat dalam perselingkuhan, itu berarti mereka telah melanggar janji pernikahan yang telah mereka buat.
Baca Juga: Ya’juj Ma’juj: Siapakah mereka dalam Perspektif Islam?
Hukum Selingkuh dalam Pandangan Islam

Baca Juga: Bagaimana Hukum Istri Menolak Poligami Menurut Islam? Ternyata Boleh!
1. Hadist Pertama
Dalam pandangan Islam, perselingkuhan dianggap sebagai perbuatan zina yang dilarang. Rasulullah SAW secara tegas melarang orang untuk mengganggu keharmonisan rumah tangga orang lain, seperti yang dijelaskan dalam hadits.
عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِها أو عَبْدًا عَلَى سَيِّدِه
Artinya: Dari Abu Hurairah ra, ia berkata Rasulullah saw bersabda, “Bukan bagian dari kami, orang yang menipu seorang perempuan atas suaminya atau seorang budak atas tuannya” (HR Abu Dawud).
Dalam ajaran Islam, perselingkuhan dan tindakan penipuan yang dilakukan oleh seorang pria untuk memisahkan seorang wanita dari suaminya dianggap sebagai tindakan yang tidak baik.
2. Hadist Kedua
Dalam hadits lain, Rasulullah SAW dengan tegas melarang perempuan untuk memaksa seorang laki-laki menceraikan istrinya agar dapat mengambil hak-haknya yang telah dimilikinya selama ini.
عن أبي هريرة يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم قال لَا تَسْأَلِ المَرْأَةُ طَلَاقَ أُخْتِهَا لِتَكْفِئَ مَا فِي إِنَائِهَا
Artinya: dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang perempuan meminta perceraian saudaranya untuk membalik (agar tumpah isi) nampannya.” (HR Tirmidzi)
3. Pandangan Imam An-Nawawi
Menurut Imam An-Nawawi, dalam hadits tersebut, perempuan diasumsikan sebagai pihak ketiga yang berkeinginan untuk merebut suami orang lain.
Dalam buku Fiqh Keluarga Terlengkap yang ditulis oleh Rizem Aizid, juga dijelaskan bahwa perselingkuhan menjadi alasan utama bagi suami dan istri untuk bercerai.
Pada agama Islam, perselingkuhan dianggap sebagai perbuatan zina muhsan. Dalam kitab suci Al-Qur’an, Allah SWT telah menetapkan hukuman yang tegas bagi mereka yang terlibat dalam perbuatan zina tersebut.
ٱلزَّانِيَةُ وَٱلزَّانِى فَٱجْلِدُوا۟ كُلَّ وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا مِا۟ئَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِى دِينِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَآئِفَةٌ مِّنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ
Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS An-Nur: 2).
Ayat ini mengatakan bahwa perempuan dan laki-laki yang melakukan perzinahan harus menerima hukuman yang berat, yaitu seratus dali dera. Tidak boleh ada belas kasihan yang menghalangi pelaksanaan hukuman ini, karena kita harus beriman kepada Allah dan hari akhirat. Hukuman ini juga harus disaksikan oleh sekelompok orang yang beriman.
Baca Juga: Skandal Perselingkuhan Suami Ira Nandha Melalui Aplikasi Discord, Viral!
Hukuman Bagi Pelaku Selingkuh dan Zina Muhsan
Menurut ajaran Islam, seseorang yang berselingkuh dan melakukan zina muhsan akan dijatuhi hukuman rajam dengan dilempari batu sebagai pembayaran dosa-dosanya.
Ada sebuah riwayat dari Abu Hurairah RA yang menceritakan mengenai seorang laki-laki bernama Maiz bin Malik al-Aslam yang datang menemui Nabi SAW di masjid. Laki-laki tersebut mengakui bahwa ia telah melakukan perbuatan zina.
Setelah mendengar perkataan itu, Nabi Muhammad Saw. memutuskan untuk mengabaikannya. Namun, orang tersebut terus mengulangi kata-katanya, bahkan sampai bersumpah. Maka, Nabi Saw. memanggilnya dan bertanya, “Apakah engkau tidak waras?” Orang tersebut menjawab, “Tidak.”
Pada suatu saat, Nabi Saw. bertanya kepada seseorang, “Apakah kamu melakukan zina muhsan?” Orang tersebut menjawab, “Ya, itu benar.” Mendengar jawaban tersebut, Nabi Saw. menyuruh untuk membawa orang tersebut dan melaksanakan hukuman rajam. Jabir, salah satu sahabat Nabi, mengatakan bahwa dirinya termasuk dalam kelompok yang melaksanakan hukuman rajam tersebut. Mereka melaksanakan hukuman rajam di tempat salat Id. Namun, setelah orang tersebut terkena lemparan batu, dia berlari. Mereka mengejarnya dan menemukannya di tempat banyak batu, lalu melanjutkan hukuman rajam di sana. (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu, dalam hukum Islam, selingkuh dianggap sangat dilarang karena termasuk dalam tindakan zina muhsan. Semoga informasi ini bermanfaat bagi kita semua.
Baca Juga: Apakah Selingkuh Ada Hubungannya dengan Faktor Genetik?