Malam hari adalah dimana seluruh aktivitas liar mulai bermunculan. Ada orang yang menghabiskannya dengan pergi ke kedai kopi hanya untuk membeli secangkir kopi panas ditemani dengan lembaran skripsi yang belum usai. Adapula orang yang hanya sekedar berkumpul bersama teman-temannya menikmati suasana kota di tengah malam.
Dan, jangan heran, ada laki-laki yang berbadan gempal dengan isi dompet tebal di sakunya untuk ditukarkan dengan tubuh perempuan sebagai objek pemuas nafsu di malam Minggu.
Prolog yang cukup nyeleneh tetapi masih relevan karena sekarang adalah malam Minggu malam dimana banyak perempuan yang kerap kali dicap sebagai pemuas nafsu laki-laki hidung belang. Ya, tidak bisa dipungkiri. Seringkali, profesi seperti ini dianggap hina oleh sebagian orang dikarenakan merelakan kehormatannya demi secuil uang (katanya). Namun, seringkali mereka juga lupa bahwa, “Apa yang melatarbelakangi si penganut profesi ini melakukannya?”
Secara eksplisit, kita sebut saja tokoh yang sedang dibicarakan dalam tulisan ini adalah Pekerja S*ks Komersial (PSK) yang bertugas untuk memuaskan hasrat seksual dari si pengguna jasanya. Dalam literatur lainnya yang pernah saya baca, seringkali PSK ini dicap sebagai wanita yang sudah tidak memliki harga diri ataupun kehormatan sehingga acapkali penganutnya mendapatkan perlakuan yang seenaknya oleh orang lain karena dinilai suka menjual diri demi mendapatkan imbalan.
Dalam definisi lainnya dikatakan bahwa PSK ini adalah seorang wanita yang menyerahkan dirinya secara sukarela kepada laki-laki yang tidak terikat secara normatif sebagai pasangan sahnya dengan bayaran berupa uang ataupun bentuk materi lainnya.
Terlepas dari aspek definitif dari PSK itu sendiri, ada pula beberapa faktor versi pengamatan saya yang membuat si pekerja secara terpaksa ataupun sukarela melacurkan dirinya, yakni di antaranya :
#Tekanan Ekonomi dan Minimnya Peran Pendidikan
Tidak bisa dipungkiri bahwa aspek ekonomi dan pendidikan adalah alat untuk meningkatkan status sosial ekonomi beserta kualitas hidup. Tetapi, upaya untuk mengimplementasikan kedua aspek di atas secara intensif pun untuk memberdayakan sumber penghidupan diri kita sempat terhalang dikarenakan keterbatasan lapangan pekerjaan, sentuhan pendidikan yang tidak merata, dan sebagainya. Hal ini dijadikan sebagai alasan yang rasional bagi wanita yang memilih terjun sebagai PSK.
#Seksualitas yang Abnormal
Kehidupan seksual yang abnormal bisa saja dijadikan alasan untuk si wanita melakukan hal di luar dugaan. Misalnya, barangkali si wanita telah berumah tangga, tetapi pasangannya tidak bisa memenuhi hasrat seksualnya disetiap mereka berhubungan s*ks, maka tidak jarang banyak wanita yang memilih merelakan tubuhnya dengan laki-laki lain demi memenuhi kebutuhan s*ksnya yang hiper.
#Rendahnya Moralitas
Moralitas adalah aspek menyeluruh yang berkaitan dengan asas-asas ataupun nilai-nilai yang dimiliki oleh semua manusia. Moralitas ini juga berkenaan dengan kualitas dalam perbuatan manusia yang menentukan baik-buruk atau benar-salahnya sesuatu. Hal ini bisa saja menjadi landasan dasar bagi mereka yang menggeluti bidang s*ks komersil karena merupakan dari manifestasi moral yang rendah dan minimnya tersentuh oleh edukasi yang berkaitan.
Berdasarkan survey faktual yang langsung turun ke jalan untuk berkomunikasi dengan PSK itu sendiri dan diambil secara garis besarnya adalah bahwa masalah ekonomi menjadi patokan bagi mereka yang terpaksa menjual dirinya demi kelangsungan hidupnya.
Fenomena ini pun tidak terlepas dari adanya hierarki ekonomi masyarakat Indonesia yang berkutat pada penumpukan kekayaan pada kalangan atas sedangkan terjadi kemiskinan pada golongan bawah. Hal ini juga tentu saja memudahkan lokalisasi pada pencarian wanita-wanita lacur dari kelas bawah.
Terlepas dari itu semua, saya tidak membenarkan perbuatan yang melanggar norma-norma yang bertentangan di masyarakat seperti fenomena Pekerja S*ks Komersial (PSK) ini yang sudah lumrah di Indonesia. Tetapi perlu diketahui bahwa, setiap wanita yang sekarang sudah terjun di bidang tersebut, saya yakin, tidak sepenuhnya menginginkan lowongan jasa tersebut.
Alasan-alasan rasional dari mereka pun sebetulnya dapat diterima oleh nalar kita karena bersangkutan dengan tekanan lahir maupun batin dan tentunya demi kelangsungan hidup yang mereka mesti jalani.
Baca Juga: Hak Memilih Untuk Tidak Memilih, Golput
Dan, berhentilah melabeli mereka dengan sebutan yang tidak senonoh yang terkesan merendahkan martabat seorang wanita. Komersialisasi wanita menjadi komoditas utama bagi mereka-mereka yang mengakomodasi dan mendapatkan keuntungan dari perbuatan sial*nnya.
Tatkala kita tahu akan kebenarannya, alangkah baiknya kita mulai memetik pesan moral yang dapat diambil dari kisah yang terpublikasikan oleh narasi-narasi mengenai fenomena Wanita yang Dilacurkan.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.