Ketika kita mendengar dari media massa atau melihat secara langsung tentang fenomena yang mempublikasikan kekerasan, perusakan, pemberontakan, kekacauan, ketidakteraturan, dan hal lainnya yang berkaitan dengan suatu perbuatan yang memiliki relevansi dengan contoh di atas, maka pikiran kita pasti tertuju dan sekaligus menyimpulkan bahwa semua perbuatan itu adalah Anarkis.
Ditambah dan diperkuat oleh stigmatisasi terhadapnya yang dilakukan oleh media-media massa yang seolah-olah membenarkan labelisasi mengenai paham Anarkisme yang kian memburuk.
Sebetulnya, jika diartikan secara definitif—perusakan, pemberontakan, kekacauan, dan lainnya adalah perbuatan Vandalisme yang berarti merusak atau menghancurkan. Sedangkan, Anarkisme sendiri adalah suatu pemikiran atau prinsip yang bercita-cita menghapuskan hierarki yang disinyalir mengklasifikasikan individu yang satu terhadap yang lainnya yang berpotensi menimbulkan hasrat penguasaan antara manusia terhadap manusia lainnya yang akhirnya membentuk suatu susunan kategori superioritas individu secara hierarkis.
Baca Juga: Fanatisme Dan Kebutuhan Untuk Percaya
Lalu, apakah suatu individu atau kelompok yang menganut ideologi Anarkisme pernah melakukan Vandalisme? Iya, tetapi jika kaum Anarkis terkadang melakukan kekerasan, apakah itu berarti Anarkisme adalah kekerasan?
Namun, bukankah pernah ada pula berbagai negara yang mengatasnamakan Komunisme, Liberalisme, Nasionalisme, Agamaisme, dan lainnya yang juga melakukan tindakan kekerasan, bahkan hingga merenggut banyak nyawa orang? Tetapi, mengapa tindakan Vandalisme itu justru menitikberatkan serta disematkan hanya pada kelompok yang mengatasnamakan Anarkisme saja?
Dengar baik-baik. Analoginya seperti ini—ketika seorang warga sipil mengenakan seragam tentara, kemudian dia bisa saja memanfaatkan kuasa atau wewenang yang terdapat dalam seragam tentara tersebut dengan menggunakan kekerasan kepada individu atau kelompok yang berusaha menodai stabilitas nasional ataupun keamanan negara atas nama Nasionalisme.
Apakah kemudian kita akan beranggapan bahwa warga sipil tersebut menganjurkan kekerasan? Tentu saja tidak. Kita pasti akan marah akan tuduhan itu. Maksud saya, sederhananya adalah dalam situasi dan kondisi tertentu, seseorang mungkin harus menggunakan kekerasan secara terpaksa atau sukarela. Orang itu bisa saja adalah seorang Nasionalis, Sosialis, Liberal, Humanis, atau bahkan Anarkis.
Tetapi, perlu diingat bahwa—saya tidak membenarkan tindakan Vandalisme yang mengatasnamakan suatu paham tertentu dalam keadaan urgensi yang tidak sedemikian mengancam. Dan, ya, seperti yang saya bilang bahwa dalam situasi dan kondisi tertentu seseorang pasti akan menggunakan kekerasan.
Terlepas dari itu semua, saya terinspirasi dari salah satu tokoh wanita Anarko-Komunis, yakni Emma Goldman yang mengatakan bahwa Anarkisme sebagai sebuah gagasan pembebas, Anarkisme adalah filosofi kesadaran yang menuntun manusia pada kesadarannya akan dirinya sendiri. Bahwasanya konsep ke-Tuhanan, negara, dan masyarakat tidak etis dalam belenggu regulasi kehidupan seseorang. Aturan-aturan yang dibuat oleh agama, pemerintah, dan properti yang menciptakan ekosistem perbudakan yang menciptakan degradasi manusia secara esensial.
Baca Juga: Perempuan Yang Dilacurkan
Seharusnya, manusia mesti terbebas dari pikiran keagamaan yang menguasai pikiran manusia, aspek pemikiran pemerintah yang sejatinya buatan manusia yang tiran nan kejam, juga properti yang bersifat kepemilikan yang dapat berpotensi menghancurkan atau merusak, atau bahkan menghisap kehidupan manusia.
Jadi, Anarkisme bukanlah suatu sistem keagamaan, kenegaraan, atau materiil melainkan suatu sistem yang mengindahkan dan mengilhami tentang keadilan bersama—saling memerdekakan pikirannya dari jeratan dogma yang bersangkutan, bekerjasama untuk menciptakan kesejahteraan bersama, tidak menghendaki untuk menguasai satu sama lain, kemudian membagikan kelebihan yang dipunya kepada yang memiliki kekurangan. Semua itu akan terwujud apabila ada kesadaran individu yang akan menjadi kesadaran bersama.
Terlebih lagi, pandangan fundamental Anarkisme adalah memberikan kepercayaan antarsesama. Jikalau kesadaran bersama terwujud, maka tidak akan ada lagi catatan sejarah tentang revolusi yang menorehkan pertumpahan darah. Penguasa pun akan tidak berdaya dengan sendirinya, karena sesungguhnya kuantitas penguasa itu adalah minoritas atau lebih sedikit dalam sebuah hierarki kekuasaan.
Kerap kali manusia memandang dirinya hanyalah dirinya, sedangkan apapun yang ada di luar sana bukanlah dirinya. Padahal pada mulanya semua berasal dari satu entitas yang sama—misalnya seperti kesatuan organ tubuh. Jika satu orang tersakiti dalam suatu kelompok dan tidak diberi pertolongan, maka niscaya dengan sendirinya seluruh orang dalam kelompok tersebut akan ikut sakit. Dan, jika dalam satu negara terdapat masyarakat yang tersakiti dan tidak pula ditangani, maka niscaya dengan sendirinya negara itu akan jatuh sakit.
Kebebasanku adalah sebuah kebebasan yang berfungsi bagi kebebasan semua orang. Penindasan bagi beberapa orang adalah tali kekang perbudakan bagi orang lain. Aku hanya dapat membebaskan diri ketika aku mengakui kebebasan dan kemanusiaan orang lain. -Mikhail Bakunin