Dalam salah satu agama samawi, yaitu Islam, terdapat sebuah ayat yang menerangkan bahwa sebelum Adam diturunkan ke Bumi, terdapat makhluk lain.
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. (QS Al Baqarah: 30)
Dalam ayat ini, dapat kita tarik pertanyaan, “Bagaimana Malaikat tahu bahwa kelak manusia akan merusak Bumi?” Tidak lain tidak bukan, karena Malaikat sudah pernah melihat dan menyaksikan bahwa Bumi rusak dan porak poranda atas perbuatan suatu makhluk.
Menurut riwayat-riwayat Ulama terdahulu, makhluk tersebut ialah Banul Jan. Banul Jan ini merupakan makhluk yang hampir menyerupai Jin. Sama layaknya seperti Nisnas, Banul Jan ini dikisahkan suka berperang satu sama lain. Lalu Allah memerintahkan untuk memusnahkan kaum mereka. Terjadilah peperangan antara bangsa mereka dengan Pasukan Langit para Malaikat yang dipimpin oleh Azazil. Musnahlah bangsa mereka.
Untuk mengisi kekosongan pemimpin di Bumi, maka Allah menciptakan Adam sebagai calon khalifah di Bumi. Ketika Adam diciptakan, para Malaikat dan Jin diperintahkan untuk sujud kepada Adam. Namun ada satu makhluk yang membangkang, dia adalah pemimpin para Malaikat yang taat; memiliki 7 julukan terkait ketaatannya.
Asal usul Iblis menurut Islam
Dia adalah Iblis, dalam Qur’an surat Al-Kahf Ayat 50 disebutkan Iblis berasal dari golongan Jin. Menurut riwayat dalam Tafsir Ibnu Katsir, (Mujallad I-1/76 – 77), Tafsir Al- Khozin – Tafsir Al- Baghowi (I-1/48), jin ini bernama Azazil.
Dalam Islam tidak mengenal istilah Malaikat yang membangkang kemudian dikutuk menjadi Iblis, karena unsur penciptaan Malaikat berasal dari sifat “Taqwa” (Al-Anbiya ayat 19-27).
Artinya, Malaikat hanya menuruti apa yang diperintahkan oleh Allah, jika Malaikat diperintahkan untuk dzikir, malaikat tersebut akan dzikir saja tidak yang lain, jika disuruh untuk menyampaikan wahyu, malaikat tersebut hanya akan menyampaikan wahyu; jadi mustahil bagi Malaikat untuk membangkang perintah Allah SWT. Berbeda dengan Manusia yang diciptakan dengan unsur Taqwa dan Nafsu.
Jin ini tidak mau bersujud kepada Adam karena sifat sombongnya. Dalam keadaan sifat sombongnya muncul inilah asal mula disebut sebagai Iblis yang berasal dari kata “Balasa”. Sesuatu yang buruk yang melapisi kebaikan dalam Bahasa Arab disebut dengan “Balasa”. Pada saat itu Jin ini tertutup oleh sifat – sifat keburukan, jadi kebaikannya ditutupi oleh sifat buruk maka dari itu Jin ini disebut dengan “Iblis”.
Lantas bagaimana dengan Setan?
Ketika Adam dan Hawa diperintahkan untuk berdiam di Surga (Al-Baqarah ayat 35), Iblis meminta izin kepada Allah untuk menggoda mereka. Di saat menggoda inilah namanya disebut dengan “Setan” (Al-Baqarah ayat 36). Jadi Setan ini sifatnya bukan Makhluknya, dari kata “Syathana” yang menjauhkan; sesuatu yang menjauhkan kebaikan dari Allah disebut “Syathana”, bisa melekat kepada Iblis, Jin bahkan Manusia kecuali Malaikat.
Kemudian hingga sampai Adam dan Hawa diturunkan ke Bumi, yang sempat terpisah selama beratus-ratus tahun. Ketika bertemu dan dipersatukan, mereka memohon ampun kepada Tuhan. Lalu mereka membangun sebuah peradaban turun temurun selama ribuan tahun hingga sampailah kepada kita saat ini.