Hadist Riwayat Bukhari yang pertama berbunyi:
“Innamal A’malu Binniyat”
“Sesungguhnya amal itu tergantung dengan niatnya”
Lalu dari Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits)
Menurut Imam As Syafii, dalam konteks sholat, niat itu dihadirkan oleh hati kita bersamaan dengan Takbir. Jadi, ketika lisan mengucapkan “Allahu Akbar”, lalu dalam hati tujukan niat sholat apa yang sedang dilakukan.
Jadi menurut beliau, niat itu datangnya dari “qalbu”. Dan hal ini disepakati oleh Ulama. Niat merupakan amalan hati, tanpa perlu dilafadzkan. Ketika takbir, hati menujukan sebuah niat untuk hal itu, maka dari itu orang Arab dalam hatinya mengatakan “Usholli dan setersunya …” untuk menandakan niat waktu dalam jenis sholat.
Mis-interpretasi dari niat umroh dan haji yang dilafadzkan
Kalimat ini sangat mudah, namun boleh dilafadzkan meskipun hal ini tidak ada kalimat khususnya dari ajaran Nabi Muhammad SAW. Kebiasaan melafadzkan niat itu, berawal dari sebagian pengikut Imam As-Syafii yang salah me-interpretasi-kan ucapan Imam Syafii, beliau mengatakan jika niat ibadah Haji dan Umrah harus dibarengi dengan lafadz untuk menguatkan niat dalam hati, dan itu mendapatkan pahala sebagaimana dalam sholat tanpa harus melafadzkannya.
Sebagian para pengikut Imam Syafii ini berpendapat bahwa dalam Sholat pun, niat ini disamakan dengan haji dan umrah. Oleh karena itu muncullah “Usholli”.
Kemudian, disikapi oleh para Ulama
Imam Malik mengatakan makruh mengucapkan niat dalam keadaan Sholat. Karena dalilnya menuju bukan kepada pelafadzan dan Nabi Muhammad SAW tak pernah mencotohkan kalimat-kalimat yang mutlak atau hadir yang Nabi Muhammad SAW ungkapkan dalam pelafadzan niat Sholat.
Namun kecuali, jika dengan melafadzakn niat tersebut bisa menenangkan hati dari was-was ketika akan sholat, menurut ulama sebaiknya dilafadzkan saja niat Sholat seperti ketika Nabi Muhammad melafadzkan niat ketika haji dan umrah. Nah namun, hukum ini merupakan hukum khusus untuk yang merasakan demikian, bukan merupakan hukum yang bersifat umum, tapi kemudian menyebar dan dilakukan oleh orang-orang.
Kesimpulannya, niat sholat cukup dihadirkan dalam hati tanpa dilafadzkan.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.